Tuesday, June 7, 2011

Small

Suatu ketika, hiduplah seorang pengemis yang sangat miskin. Ia tidak mempunyai apa-apa yang bisa dibanggakan selain baju yang melekat pada dirinya. Bahkan, untuk berjalan jauh pun ia tidak sanggup. Alhasil, di tengah keputusasaannya, ia berdoa kepada Tuhan untuk memperbaiki nasibnya. Saat tidur, ia diberi tahu untuk memberikan apa saja yang ia punya dengan ikhlas kepada setiap orang yang membutuhkanya. Sang pengemis tentu terkejut, karena ia bahkan tidak punya sesuatu untuk diberikan. Lantas, ia terbangun, dan melihat seikat kecil jerami dengan seekor tawon bermain-main diatasnya. Ia pun mengambil jerami itu dan berharap ia bisa memberikannya pada orang yang membutuhkan.

Lalu, ia pun berjalan. Kemudian, ia menemukan seorang anak kecil yang terus menangis. Ibunya tidak bisa menenangkannya. Lalu sang pengemis datang, memberikan jerami tadi kepada anak itu, dan ia pun berhenti menangis. Sang ibu yang sangat bahagia tidak bisa berucap apa-apa. Lantas, sang ibu pun memberinya beberapa tamarin (permen yang agak asam, berguna saat haus) dan berterima kasih kepadanya.

Sang pengemis yang kehilangan jerami kini punya beberapa tamarin. Ia bingung, karena ia sangat lapar, sementara ia harus memberi tamarin itu. Singkat cerita, ia bertemu dengan seorang saudagar yang kehausan, memberikan tamarin itu, dan sang saudagar yang kehausan itu memberinya selembar sutra yang amat indah. Ya, satu benda lagi untuk diberikan.

Lalu, ia pergi ke kota dan melihat seekor kuda yang akan dibunuh oleh majikannya. Merasa iba dengan perlakuan kejam ini, sang pengemis menawarkan selembar sutra tadi dan menukarkannya dengan kuda tadi. Karena kuda tadi tidak terlalu sehat, ia membawanya ke sungai dan berusaha keras untuk menyelamatkan jiwanya. Alhasil, beberapa waktu kemudian sang kuda telah cukup sehat dan bisa melakukan perjalanan jauh sebagaimana yang ia inginkan.

Ia berjalan dan terus berjalan dengan kuda itu. Di suatu tempat, ia melihat seseorang yang ingin melakukan perjalanan, tapi tidak memiliki kendaraan. Ia meminta agar pengemis tadi mau memberikan kudanya. Sang pengemis tentu sangat ragu, karena kuda ini begitu berharga dan perlu banyak pengorbanan untuk mendapatkannya. Tapi, salah satu sisi dari dirinya mengatakan, ia harus memberi kuda itu. Sang pengemis tadi akhirnya merelakan kudanya untuk diberikan pada musafir tadi, dan tahukah anda? Ya, sang musafir menawarkan kediamannya yang sangat mewah untuk ditempati sang pengemis tadi, karena ia akan melakukan perjalanan jauh yang mungkin tidak pernah lagi kembali ke tempat ini. Subhanallah…

***

Seikat jerami. Ya, hanya seikat jerami. Dan jika kita mau berpikir kritis, fabel One Straw Millionaire yang amat populer di Jepang ini hanya sebuah dongeng. Ya, hanya dongeng. Tak akan pernah jadi nyata dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dan suatu kebodohan jika kita percaya kepadanya…

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)

Dan siapa yang berani menjamin, bahwa ayat diatas hanya senda gurau belaka?

***

Ada salah satu quote yang sangat menarik dari salah satu anime favorit saya:

"There’s no need to save something as exaggerated as the entire world. But, if you can save someone dear to you, even a single person, then, that’s more than enough."

Tetapi, tentu, sebagai muslim yang baik, kita ingin lebih dari itu, bukan?

***

Terkadang kita selalu remeh akan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Sehelai kertas yang ada di tengah jalan, batu yang mungkin akan sangat sakit jika tidak sengaja tersandung padanya, atau mungkin koin 500-an yang ada di tepi jalan. Ya, benar, sungguh remeh. Tidak bisa dibandingkan dengan jihad di Palestina, mendirikan khilafah, atau sekadar haji ke Baitullah. benar, memang remeh, apalagi jika dibandingkan dengan Bilal yang masuk surga karena wudhu’nya, seorang pembunuh 100 orang yang diampuni dosanya karena hanya berniat untuk taubat, atau seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing, salah satu makhluk yang sangat najis hingga harus dicuci dengan tanah. Masya Allah…

Dan sekarang, dimanakah kita?

***

Kita kadang terlalu sombong untuk ini. terlalu nafi jika kita menganggap diri ini sudah sempurna, bahkan untuk hal-hal kecil tadi. Kita selalu terpaku dengan obsesi besar kita. Menjadi seorang dokter yang dikenal masyarakat, menjadi pemimpin bangsa ini, avant garde reformasi, atau lainnya. Tanpa pernah sadar, tak pernah sadar, betapa hinanya diri ini ketika memandang mereka. Kita terlalu silau dengan gemerlap ide-ide besar, hingga melupakan amalan-amalan kecil yang justru mengantarkan para sahabat ke tempat yang siapapun pasti akan merindukannya. Bahkan Allah tak segan mengambil perumpamaan seekor nyamuk atau laba-laba, padahal mereka sering kita anggap hina, tidak berguna, dan menyusahkan, padahal kita belum tentu bisa berdzikir seperti mereka.

Astaghfirullah… lupa dengan diri ini…



(sebuah renungan di akhir hari)

No comments:

Post a Comment