Wednesday, April 6, 2011

Seindah Sore Ini

Saudaraku, jika engkau berada di sisiku sore ini, engkau akan melihat salah satu sore yang paling indah yang pernah engkau lihat. Engkau akan melihat kemilau mentari yang kembali ke peraduannya, gemersik dedaunan yang menari bersama lembutnya semilir angin, dan engkau juga akan melihat kawanan burung-burung yang terbang seiring terbenamnya matahari. Seakan tak pernah lelah mengejar mentari yang seolah acuh pada dunia, tak peduli dengan asa seorang anak yang terus ingin bersamanya. Ya, lebih tepatnya setiap orang, karena tak ada orang yang mungkin akan menolak indahnya sore ini.

Jika engkau berada bersamaku sore ini, akan kuajak engkau berlari, mengejar matahari sore ini. Kita akan meraih mimpi-mimpi, menggapai impian, terbang bersama harapan, dan merayakan kehidupan di ujung dunia ini. Tak ingin berhenti, walau waktu ingin kita selesai sampai disini. Ya, disinilah kita, bersama menikmati indahnya sore yang mungkin tak lagi bisa kita nikmati esok hari.

Saudaraku, betapa indah sore ini. Sebenarnya, aku tak ingin sore ini berakhir. Mengapa?
Karena belum tentu aku bisa menikmatinya esok hari.

Ya, bisa jadi inilah saat terakhir kita melihat matahari. Siapa tahu, dalam tidur kita, kita tidak bisa lagi membuka mata kita, dan itulah perpisahan kita dengan dunia ini. Kita hanya bisa mengenang saat-saat terakhir kita berada di sini, saat kita mengejar matahari, merasakan semilir angin, dan menikmati indahnya sore ini. Dan saat itu, kita tak lagi bisa merasakan hangatnya mentari itu. Tinggal kesendirian yang menemani dalam kesepian.

Dan teringat,
betapa banyak dosa ini.

Betapa banyak hari yang telah kita jalani, betapa banyak keindahan mentari yang telah kita nikmati, dan betapa banyak nikmat yang seharusnya telah kita syukuri. Dan saudaraku, apakah semua itu sepadan dengan rasa syukur kita? Apakah itu tercermin dalam tiap untaian doa dan tetesan air mata kita yang jatuh dalam sujud-sujud panjang kita? Saudaraku, terlalu munafik jika kita selalu berkata, aku selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita, sedangkan hari-hari kita masih terus diisi dengan kefuturan yang tak pernah lepas dari kita. Kita berbangga dengan anugerah, tetapi lupa menggunakannya di jalan-Nya, di jalan ini. terlalu nafi jika kita menganggap kita adalah hamba yang bersyukur, tapi hati kita jauh dari syukur itu…

Astaghfirullah…
Lupa dengan dosa ini…

Kelak, jika nikmat itu telah dicabut, dan betis kiri dan kanan telah bertaut, kita akan yakin, bahwa itulah perpisahan dengan dunia. Tak ada lagi sore hari, tak ada lagi angin yang berhembus, tak ada lagi kehangatan matahari, dan disinilah kita, termangu dalam kesendirian, menanti perhitungan semua amal yang telah kita lakukan dengan nikmat-Nya…

Dan di akhir sore ini, sepintas doa kuhaturkan,

“Ya Allah, pertemukanlah aku dengan mentari ini esok hari. Amin…”

(sebuah catatan kecil di akhir hari ini)

1 comment:

  1. suka :)
    keren rief!!!
    ichin bsa mmbyangkan sore yng arief mksd tu.
    psti kren bna

    ReplyDelete